Senin, 31 Agustus 2009

CITA-CITA SEPOTONG LILIN (Cerita untuk Lintang dan Justine sebelum tidur)

CITA-CITA SEPOTONG LILIN KECIL
Oleh Rini Giri


Di dalam sebuah almari kaca, tersimpan aneka lilin. Warnanya beraneka ragam. Bentuk dan ukurannyapun bermacam-macam. Ada yang dihiasi pita, bunga-bunga kering, benang emas, bahkan ada yang diberi wewangian.
“Nanti malam aku akan dipakai untuk menghias meja makan,” kata si lilin merah dengan bangga.
“Besok Minggu aku akan dipakai untuk menghias kue ulang tahun, lho!” Si lilin berbentuk angka mengatakannya dengan sombong.
“Aku akan dipakai untuk relaksasi,” ujar si lilin wangi tak mau kalah.
Di sudut almari, sepotong lilin kecil berwarna putih tanpa hiasan, tertunduk lesu. Dia sedih mendengarkan penuturan teman-temannya itu. Kenapa dirinya tidak pernah diberi tugas? Apakah karena bentuknya yang sederhana dan harganya yang murah? Dia jadi minder.
Bu Jaya, pemilik koleksi lilin, setiap hari membersihkan koleksinya. Lilin Kecil hanya digeletakkan begitu saja di sudut. Tidak dipedulikan. Jika ada tamu, Bu Jaya selalu memamerkan lilinnya yang indah-indah. Sementara Lilin Kecil dilupakan.
Lilin Kecil berpikir, mungkin dia akan diberi tugas jika sedikit berdandan. Maka dia memberanikan diri mendekati lilin yang dihisai bunga-bunga rumput kering.
“Bolehkah aku minta sedikit saja bungamu itu? Supaya aku bisa sedikit berdandan?” Tanya Lilin Kecil. Dengan angkuh lilin bunga rumput menghardiknya.
“Kalau aku sampai memberikan bungaku untukmu, bisa-bisa kecantikanku akan hilang! Kecantikanku itu penting, Lilin Kecil! Karena aku cantik, maka Bu Jaya sangat sayang padaku. Kamu jangan mimpi deh! Dari dulu, kamu memang sudah jelek. Jadi mau berdandan seperti apapun, tetap saja jelek!” Ejek lilin bunga rumput. Lilin Kecil menjadi semakin sedih. Lilin-lilin yang lainpun menolak memberikan sedikit hiasan mereka. Akhirnya Lilin Kecil kembali ke sudut almari dengan kecewa.
“Aku ingin sekali bisa menjadi lilin yang berguna seperti mereka. Alangkah senangnya jika aku dibutuhkan. Alangkah bahagianya jika aku bisa memberikan cahayaku. Pasti rasanya bangga sekali. Tapi mana mungkin? Aku hanya diletakkan di barisan paling belakang. Sama sekali tidak terlihat dari luar almari. Wajahku juga polos tanpa hiasan. Mana ada orang yang tertarik padaku?” Lilin Kecil menangis. Seolah sudah tak ada harapan lagi untuk mewujudkan cita-citanya.
Hari demi hari dilalui Lilin Kecil dalam kesendirian. Teman-temannya yang cantik tidak mau mendekat dan bergaul dengannya. Mereka takut kehilangan pamor dan dianggap sebagai lilin yang tidak berkelas. Maka Lilin Kecil hanya bisa memandangi teman-temannya yang setiap hari dirawat, sambil menelan ludah.
Lama-kelamaan, debu yang menempel pada tubuhnya kian banyak. Bahkan ada sarang laba-laba yang melilitnya. Dia tampak makin kusam dan tidak menarik. Teman-temannya semakin menjauh. Lilin Kecil hanya bisa berdoa, semoga suatu saat nanti dirinya bisa menjadi lilin yang berguna.
Malam itu Bu Jaya sedang sibuk mengerjakan tugas kantor. Dia sedang sibuk menulis angka-angka. Pekerjaannya membutuhkan ketelitian dan konsentrasi. Tapi tiba-tiba lampu listrik padam.
“Yah, padahal tugas ini harus segera selesai,” keluh Bu Jaya. Dia sedikit panik. Seluruh ruangan menjadi gelap. Dia tidak ingin pekerjaannya gagal hanya gara-gara listrik padam. Akhirnya dia membuka laci dan mencari lampu senter. Namun tidak ditemukannya. Dia hanya menemukan sebuah kotak korek api.
“Untung ada korek api, jadi aku bisa menyalakan lilin!” Ujar Bu Jaya girang. Mendengar ucapan itu, para lilin menjadi senang. Berarti mereka akan digunakan. Merekapun berdebat, siapa yang akan dinyalakan untuk menerangi meja kerja Bu Jaya.
“Pastilah aku! Tubuhku besar, pastilah nyalaku terang dan tahan lama!” Ujar sebatang lilin besar bergambar ukiran.
“Bukan, bukan! Pastilah aku! Aku panjang dan nyala apiku bersih, pasti aku yang dipilih!” Lilin panjang berwarna putih dengan tempelan gambar bunga mawar tak mau kalah.
“Siapa bilang? Pasti aku! Aku ditempatkan dalam wadah kaca sehingga tidak meleleh kemana-mana. Jadi, pastilah aku!” Dengan congkak lilin hias dalam wadah kaca itu menonjolkan diri.
Mendengar ucapan teman-temannya, Lilin Kecil menjadi ciut hatinya. Tidak punya harapan lagi. Mana mungkin Bu Jaya akan mengambilnya. Teman-temannya mempunyai kelebihan. Mereka hebat. Pastilah salah satu dari mereka yang akan terpilih. Dia hanya menundukkan kepala di sudut almari. Tanpa harapan.
Sebuah korek api menyala mendekati kaca almari. Para lilin segera memamerkan kehebatan masing-masing agar terpilih. Cukup lama Bu Jaya mencari-cari lilin yang cocok, tapi tidak ketemu juga.
“Lilin besar itu mengeluarkan asap yang kotor, lilin putih gambar bunga mawar cepat sekali meleleh, lilin dalam wadah kaca nyalanya kecil, sedangkan lilin yang memakai hiasan pita dan bunga sayang kalau dipakai. Dimana ya aku meletakkan lilin kecil warna putih itu?” Tangan Bu Jaya menggapai-gapai sudut almari. Mendengar namanya disebut, Lilin Kecilpun segera beranjak. Hatinya amat girang. Belum pernah dia merasa sebangga ini.
“Aku di sini!” Teriak Lilin Kecil. Teman-temannya mencibir karena iri.
“Oh, ini dia! Untung aku masih menyimpannya. Dia memang kecil tapi nyalanya terang dan bersih.” Ujar Bu Jaya. Diapun segera meraih lilin itu dan membersihan kotoran yang menempel.
Lilin Kecil dinyalakan sumbunya lalu diletakkan di tengah meja. Cahaya yang muncul dari tubuhnya menerangi seisi ruangan itu. Oh, inikah rasanya menjadi berguna? Senang sekali. Bisa memberikan sesuatu yang dimiliki untuk membantu orang lain. Lilin kecil tersenyum bangga. Walaupun begitu, dia tidak menyombongkan diri. Dia tetap tersenyum ramah kepada teman-temannya yang memandang dengan muka masam dari dalam almari.
“Terimakasih, Tuhan. Engkau telah mengabulkan doaku. Aku sudah menjadi lilin yang berguna. Jauhkanlah aku dari sifat sombong ya, Tuhan.” Sejenak Lilin Kecil memejamkan mata untuk bersyukur. Lalu menengadah dan melihat nyala api yang bergoyang-goyang indah di kepalanya. Dia bahagia karena Bu Jaya bisa melanjutkan pekerjaannya lagi. Meskipun tubuhnya terus meleleh dan kian pendek, dia senang. Dia telah membantu meringankan pekerjaan Bu Jaya.
“Untung ada lilin kecil ini, sehingga pekerjaanku bisa selesai tepat waktu.” Kata Bu Jaya. Tiba-tiba lampu listrik menyala kembali. Buru-buru Bu Jaya meniup lilin itu “Karena lampu sudah menyala, akan kusimpan lilin ini di tempat biasa. Kapan-kapan kalau lampu mati, akan kugunakan lagi.”
Malam itu Lilin Kecil bisa tidur nyenyak. Dia jadi tahu, setiap benda memiliki kegunaannya masing-masing. Dia mulai mengerti, bahwa dirinyapun punya kelebihan dibalik kekurangannya. Dia tidak merasa minder lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar