Minggu, 29 Agustus 2010

MENGENAL KITAB SUCI SEJAK DINI (pernah ada di Warta Klara)

MENCINTAI SABDA-NYA SEJAK KECIL
Oleh Rini Giri


Ayah dan Ibu saya dulu bukan Katolik. Suatu berkah istimewa jika akhirnya mereka menikah di Gereja Katolik. Tapi, kekatolikan yang diturunkan pada saya sangat minim. Bahkan saya baru mulai sering mendengar sabda Tuhan setelah SMA dan kuliah, dari para pembimbing retret. Dan setelah dewasa, barulah saya tergerak untuk lebih banyak belajar. Seperti rusa di padang tandus yang rindu akan air.
Mengenal dan mencintai sabda-Nya sangat penting. Sebab sabda Tuhan adalah kebenaran dan hidup. Pegangan kita. Maka saya sebagai seorang ibu, tidak ingin anak-anak saya memiliki nasib serupa dengan saya. Menjadi Katolik sejak lahir bahkan dibabtis ketika umur baru beberapa bulan, namun malang, hanya sedikit sabda Tuhan yang sampai ke telinga saya.
“Ibu, tadi di sekolah, Bu Guru Agama nanyain : Nabi Musa waktu bayi dibuang ke sungai mana? Nggak ada satupun temanku yang tau! Lalu aku bilang : Sungai Nil. Bu Guru nanya : kok kamu tau? Lalu aku bilang : kan Ibu saya udah ceritain ke saya.” Tutur anakku saat kelas 1 SD. Puji Tuhan. Saya memang menceritakan tokoh-tokoh Alkitab sebelum mereka tidur.
Ketika anak saya batita, di bawah tiga tahun, saya hanya memperlihatkan gambar-gambar sambil menceritakan sedikit intinya dengan kata-kata sendiri. Lalu mereka jadi mengenal tokoh hanya dengan melihat gambar. Kalau melihat orang dengan kapal besar dan banyak binatang, mereka jadi tahu,”Itu Nabi Nuh!”
Ketia anak saya balita, saat TK, saya mulai memperkenalkan tokoh dan peristiwa. Masih menggunakan gambar namun disertai narasi singkat dengan kata-kata yang mudah dipahami anak. Mereka mulai tahu, gambar malaikat dan gadis itu adalah Malaikat Gabriel dan Maria. Maria menerima kabar gembira dari Allah yang disampaikan Malaikat Gabriel. Dia akan mengandung dan melahirkan Yesus.
Ketika anak saya mulai masuk SD, sayapun mulai bertanya, “Dari tokoh Alkitab itu, apa yang bisa kita contoh, atau apa yang tidak boleh kita tiru?” Alkitab menguak kebenaran dan tidak menutupi kesalahan. Sangat jujur dan berimbang. Misalnya tentang Kain dan Habel. Yang layak ditiru adalah ketulusan Habel dalam memberikan persembahan pada Tuhan. Yang tidak boleh ditiru adalah sifat iri Kain pada adiknya.
Ketika anak saya mulai lancar membaca dan bisa paham apa yang dibaca, diapun membaca buku Alkitab untuk anak-anak. Kadang dia dengan bangga mengatakan,”Bu, aku udah sampai di Zakeus!” Lalu kamipun menggosipkan Zakeus. Misalnya, “Kok Zakeus mau ya memberikan hartanya buat orang miskin?” Anak sayapun nyeletuk,”Kan udah tobat.” O, iya, ya. Lalu lagu Zakeus Orang Pendek pun kami dendangkan. Lagu ini memudahkannya untuk mengenang peristiwa Zakeus.
Ketika anak saya makin besar, diapun mulai berkenalan dengan Alkitab yang diterjemahkan langsung dari aslinya. Alkitab dengan tanda panduan untuk tiap kitab adalah pilihan saya. Sehingga mudah mencari posisi suatu kitab. Anak sayapun mulai belajar cara membuka Alkitab. Misalnya mencari Injil Matius 5: 13-16. “Cari tanda MAT, buka, setelah itu temukan angka besar 5, baru kemudian angka kecil 13 sampaidengan 16.” Setelah ketemu, saya akan bertanya,”Apa judulnya?” Diapun menjawab,”Garam dunia dan terang dunia.” Hebat! Puji saya.
Lomba baca Alkitab BIA dan BIR, yang diadakan di Kapel Asri tanggal 6 dan 13 September 2009, oleh ibu-ibu WP, dalam rangka HUT Klara ke-11, juga bisa menambah rasa cinta anak-anak pada Sabda Tuhan. Merekapun punya pengalaman tampil di depan umat. Apalagi setelah selesai, ada tambahan dari Dewan Juri (Pak Ernest Maryanto) tentang tips menjadi lektor yang baik. Anak saya jadi ketagihan. “Adain lomba baca Alkitab di lingkungan dong, Bu.” Puji Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar