Selasa, 29 Juni 2010

KISAH SEDIH HARI MINGGU (Janan Lupakan Lingkungan, pernah dimuat di Warta Klara Bekasi Utara)

JANGAN LUPAKAN LINGKUNGAN!
Oleh Rini Giri


Dulu waktu masih jadi Mudika dan tinggal di kaki Merbabu, Jawa Tengah, para remaja biasanya dikirim ke Boyolali, Salatiga, Solo, Semarang, atau Yogyakarta untuk bersekolah. Sebab di kota kecil kami belum ada sekolah yang bermutu. Di kota-kota tempat kami menimba ilmu itu, sebagian besar diantara kami aktif dalam kegiatan kelompok orang muda berbendera Katolik. Menjadi anggota koor di lingkungan tempat kami kost, mengikuti misa mahasiswa di kampus, menjadi petugas Misa Jumat pertama di sekolah, menjadi volunteer LSM berbendera Katolik, bahkan ada juga yang menjadi pengurus PMKRI dan menjadi ketua KMK (Keluarga Mahasiswa Katolik) di lingkungan kampusnya.
Namun setiap hari Sabtu dan Minggu kami selalu pulang kampung. Memang ada juga yang hanya pulang dua minggu atau sebulan sekali karena kesibukan tertentu di tempatnya bersekolah. Kami selalu berkumpul di kapel kota kecil kami mulai pukul 17.00. Kadang kami latihan koor, membantu merangkai bunga dan membersihkan kapel, mendampingi sekolah minggu, mendiskusikan kegiatan Mudika yang akan datang, memperbincangkan kondisi terbaru kapel berikut umatnya, menengok saudara seiman yang sakit, melakukan kunjungan anjangsana, mengikuti kegiatan doa di suatu lingkungan, atau bahkan kadang hanya duduk di teras kapel sambil gitaran.
Sabtu dan Minggu adalah waktu istimewa bagi kami untuk bertemu kembali setelah hari-hari biasa kami lewatkan di kota lain. Sabtu dan Minggu juga menjadi saat yang spesial sebab kami bisa kembali melayani lingkungan kami yang telah beberapa hari kami tinggalkan. Sampai-sampai setelah beberapa anggota senior bekerja di kota yang lebih jauh seperti Jakarta atau Surabaya atau sudah menikah, dan jumlah kami berkurang, sebuah lagu sendu dari Koes Plus sering didendangkan sambil duduk-duduk di teras kapel, “Sabtu malam kusendiri….tiada yang menemani….di sekitar kulihat diam…tiada seindah dulu…” Setelah kami semua pergi, kini kapel kami hanya dihadiri kaum sepuh. Benar-benar Kisah Sedih Di Hari Minggu! Bahkan yang dulu statusnya stasi kini turun menjadi wilayah karena jumlah umatnya menyusut. Mudikanyapun habis.
Tapi suatu semangat yang bisa kami pelajari dari masa-masa Mudika kami adalah : janganlah pernah melupakan lingkungan! Sejauh apapun kita sudah mengikuti kegiatan gerejawi, tetap perhatikanlah lingkungan kita. Selalu kembalilah kepada lingkungan. Sebab di sanalah kehidupan umat basis berakar dan bertumbuh. Saudara seiman selingkungan adalah saudara terdekat kita. Kalau kita sedang sakit, berduka karena ada anggota keluarga yang meninggal, butuh bantuan karena mau menikahkan anak, atau butuh dukungan doa, siapa yang akan kita datangi pertama kali kalau bukan orang-orang di lingkungan?
Lingkungan pula yang telah membesarkan dan menginspirasi kita. Bukankah kita bisa aktif berkiprah di tingkat wilayah, paroki, keuskupan, dan kelompok-kelompok kategorial lainnya juga karena berangkat dari kegiatan kita di lingkungan? Di lingkunganlah kaki kita berpijak. Jika kita bisa berkarya di mana-mana tetapi melupakan lingkungan kita sendiri, bukankah seperti kacang lupa kulit? Atau berkiprah di mana-mana tapi tidak dikenal saudara selingkungan, bukankah bagaikan kecambah tanpa menyentuh tanah? Tumbuh sih tumbuh, tapi apakah akan sempurna?
Seorang saudara, aktivis perhimpunan karyawan Katolik di suatu kawasan industri, pernah mengeluh, merasa kesepian di gereja Katolik. Sebab setiap kali ke gereja, tak ada orang yang dikenalnya. Kasihan dia, aktif menggereja di tempatnya bekerja tapi tak dikenal oleh saudara selingkungannya sendiri. “Daftarkanlah dirimu di lingkungan tempat kamu tinggal. Ikuti kegiatannya dan kenali orang-orangnya. Pasti deh kamu bakalan menemukan sebuah keluarga dan tidak akan kesepian lagi jika pergi ke gereja parokimu. Namanya juga keluarga, pasti ada lebih dan kurangnya. Ada suka dan dukanya. Tapi nikmati aja demi pertumbuhan iman kita.” Usul saya. Diapun membuktikannya.
“Pak, setelah aktif di tingkat wilayah nanti, semoga semangat menggerejamu di tingkat lingkungan tidak mengendur ya.” Saya mengingatkan suami yang kebetulan dipercaya menjadi Ketua Wilayah baru. “Bukankah jika kita berani merantau biasanya juga tidak lupa kirim uang ke kampung? Jadi semakin kita banyak berkiprah di luar lingkungan, semakin banyak pula kontribusi yang kita berikan pada lingkungan. Bukan malah lupa-lupa lali. Saudara-saudara selingkungan pasti kangen. Gitu, Pak’e!” Lanjut saya. Selamat atas dilantiknya para pengurus wilayah dan lingkungan di Paroki St. Klara. Semoga Tuhan kan selalu memberkati tugas pelayanan Bapak dan Ibu sekalian.

2 komentar:

  1. Tulisan Anda sangat inspiratif. Dalam rangka memuculkan penulis-penulis Kristen kreatif, akan diselenggarakan festival penulis dan pembaca kristiani. Salah satu pre-event adalah lomba menulis cerpen dan novelet berdasar Alkitab. Anda mungkin berminat untuk ikut? Info lengkap dapat Anda klik di Lomba Menulis Cerpen dan Novelet Berdasar Alkitab

    BalasHapus
  2. terimakasih sudah membaca dan atas infonya...Tuhan memberkati...

    BalasHapus